![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhF1dGzh890XxfIvkT7pUYCgGDkvtdPqhKxFlMLNi6fA4t3iUo64Z5OgG_TlZCWPiIYDuj8G4mKhYyh8m7DI7FgxkmQVKQAff-V5h-SJPY8HJBjZj_PzCuqAe0VVLcXveVriYumXIPVPHHa/s1600/sumia+pahlawan+kejujuran.jpeg)
Pasangan Siami dan Widodo, beserta anak dicaci dan diusir dari kampung, oleh tetangga mereka sendiri. Dianggap mencemarkan nama baik sekolah dan kampung. Kini, mereka harus hidup mengungsi ke Gresik. Sebelumnya, setidaknya empat unjuk rasa digelar para wali murid menentang tindakan Siami.
Ketua Dewan Konsultatif Nasional Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi menyatakan, pihaknya terus mendukung dan memberi perlindungan pada keluarga jujur itu. "Mereka layak disebut 'pahlawan kejujuran', menjadi contoh bagi keluarga lain," kata Kak Seto saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu 15 Juni 2011.
Dari kasus Siami, jelas Kak Seto, bisa ditarik banyak pelajaran. Salah satunya, mengoreksi sistem ujian nasional. "Jika UN menjadi penentu kelulusan, yang terjadi justru banyak tindakan yang mencerminkan ketidakjujuran," kata dia.
Bayangkan, kata Kak Seto, jika sekolah tak bisa memenuhi target sekian persen kelulusan, ganjarannya adalah sekolah itu bisa ditutup. "Sehingga sekolah menghalalkan segala cara, sementara pemerintah belum bisa menyediakan sarana, prasarana, juga guru yang memadai," kata dia.
Untuk diketahui, skandal di SD Gadel 2 membuat Walikota Surabaya, Tri Rismaharini memberikan sanksi, mencopot Kepala Sekolah Sukatman dan dua guru kelas VI Fatkhur Rohman dan Prayitno.
Sementara, Kepala Dinas Pendidikan Surabaya, Sahudi mengatakan, pihaknya akan melihat terlebih dahulu substansinya permasalahan. Benarkan ada mencontek massal di SD tersebut. "Kita lihat dulu, hasil jawabannya seperti apa. Ada realita mencontek atau tidak. Jika hasil jawaban berbeda (ujian) tentu tidak akan diulang, karena tidak ada indikasi, sebaliknya jika sama itu bisa diulang," kata Sahudi, Rabu 15 Juni 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar